Tuesday, September 12, 2006

Paham Islam Yang Berkembang

Setelah ikut kajian sana - sini akhirnya ada sedikit kesimpulan ...

MENGGABUNG KUTUB DUALISME, BISAKAH ??!!
Oleh : Yusdeka



Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa rekan pernah membicarakan masalah
takdir. Tapi saat itu pembicaraan juga ditakdirkan untuk tidak tuntas.

Kemudian jarum wacana bergerak sampai ke INUL yang bisa dimuarakan kepada
"teknik melihat" sehingga persoalan si "ujang" bisa terkendali sehingga
tidak menjadi penting lagi.

Sayup-sayup dikekinian waktu "Ulil and his gang" tertatih tatih mengusung
bendera Liberalisme, yang sebenarnya bukan barang baru, menghadapi
"kemapanan bermasalah" yang sudah berusia "ribuan tahun", yaitu bendera
konservativisme atau sempat juga di cap sebagai radikalisme/
fundamentalisme. He he he... sebenarnya mereka tidak sadar saja bahwa
mereka sebenarnya sedang dikotak-kotakkan oleh "pemain lain nun jauh di
sana yang sungguh canggih".

Liberalisme
Secara ringkas liberalisme, mencoba untuk melihat bahwa Islam itu merupakan
sebuah spirit dalam kehidupan global, berbangsa, malah sampai ke
kemasyarakatan. Mereka tidak segan-segan mereinterpretasi kemapanan
pemahaman keagamaan yang sudah berusia ribuan tahun. Karena kaum
liberalisme ini melihat bahwa kemapanan itu ternyata bermasalah dan tidak
mampu menghadapi kekinian, walau hanya sekedar kekinian sosial budaya.
Apalagi dalam menghadapi kekinian teknologi, politik, globalisasi,
modernisasi, dll. Mereka "melihat" bahwa kemapanan itu sangat bermasalah
dan tidak cukup akomodatif. Dan pengusung liberalisme mencoba meracik obat
penyembuhnya dalam bentuk REINTERPRETASI tekstual keislaman. Tapi disini
perlu muncul kekhawatiran bahwa liberalisme mencoba MENDESAKRALISASI
hukum-hukum sehingga mereka menganggap hukum-hukum "masa lalu" itu sudah
tidak relevan lagi untuk saat ini. Kalau begitu pegangan yang mereka
sakralkan saat ini tinggal APA ??.

Konservativisme
Di kutub kemapanan konservativisme, bertengger PERSEPSI bahwa Allah dan
Rasulnya tidak meninggalkan sedikitpun celah dan kealpaan dalam teks Al
Qur'an ataupun hadits, sehingga tekstual Al Qur'an dan hadist itu mereka
anggap pasti sanggup mengatasi persoalan-persoalan kekinian umat. Ada
kecenderungan di kelompok ini untuk mengagungkan masa lampau (masa
kenabian) dan berusaha menyeret masa sekarang menuju masa lampau itu.
Kelompok ini rindu nostalgia, sehingga mati-matian mereka mencontoh
perilaku "FISIK" Rasulullah dan sahabatnya dalam keseharian. Dalam
beribadahpun kelompok ini sangat memelihara "ATRIBUT FISIK" agar sesuai
dengan contoh Nabi (walau referensinya hanya didapatkan lewat
tulisan-tulisan)

, sedangkan bidang 'ROHANIAH-nya" kelompok ini sangat
keteter dan terkesan takut-takut, atau malah takut benaran. Karena dalam
bidang ibadah ini ada kata sakti BID'AH. Kata bid'ah ini benar-benar
bertuah, sampai-sampai mereka takut ngapa-ngapain tak terkecuali di
bidang-bidang lain, takut neraka soalnya.

Rusydian
Di posisi yang berdekatan dengan dualisme "mahzab" di atas, dalam
menghadapi celah kehidupan ini telah sejak lama muncul juga pemikiran
bercorak RASIONALITAS. Semua mau dirasionalkan, mau diserba-otakkan, di
gatukkan, DILOGIKAKAN. Pengusung motor rasionalitas ini adalah kelompok
MU'TAZILAH atau kalau dikelompokkan menurut orangnya bisa disebut kelompok
berfikir RUSYDIAN yang diambil dari nama Ibnu Rusydi. Salah satu
"sumbangan" berarti dari kelompok ini pada saat berkuasa adalah lahirnya
ilmu pengetahuan baru yang nantinya ternyata menjadi salah satu cikal bakal
revolusi industri di barat sana. Kelompok ini benar-benar bereksplorasi
dengan kemampuan otak mereka. Landasan mereka juga kuat sekali, salah
satunya:

"Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri
yang merubahnya (al ayat)".

Dalam perjalanannya, kelompok Mu'tazilah ini memunculkan nama-nama besar
dalam ilmu pengetahuan, kedokteran, matematik, dsb. Hasil dari rasionalitas
inilah yang saat ini dengan sangat manis dinikmati oleh negara-negara
Eropa, Amerika, Cina, Jepang, bahkan Komunis sekalipun.

Mereka yang rasional ini tidak punya rasa takut atau terhambat sedikitpun
dalam berfikir dan berfikir, karena Allah sendiri sudah melegalisasinya.
Artinya kalau HANYA berpatokan dengan ayat diatas, maka terlihat bahwa
Allah menyerahkan secara total kepada kita tentang mau kemana kita akan
membawa diri kita. Allah seakan berkata: "MAU-MAUMULAH, AKU NGGAK IKUT-IKUT
LHO". Mereka ikuti anjuran itu. Ehh.. ternyata betul tuh ayat. Mereka aktif
sekali dalam kegiatan penemuan demi penemuan. Bahkan untuk hancur-hancuran
pun mereka mau melaksanakannya. Huh... karepmulah...?.

Mereka bebas saja, liberal. Tapi masih syukur bahwa kelompok Rusdian dulu
itu masih punya dasar ke-TUHAN-an, artinya masih punya landasan yang memang
SEHARUSNYA begitu. Mereka ketemu dari hasil pencarian mereka:

"Rabbana ma khalaqta hadza bathila subhaanaka faqinaa 'adzabannaar,
...Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Gazhalian
Di tengah perjalanan ternyata ada yang merasa "dinomorduakan", yaitu
kelompok pemikiran yang bercorak FATALISTIK. Kelompok ini terkaget-kaget
dengan pencapaian kaum rasionalis. Konon kabarnya motor penggerak kelompok
ini adalah AL GAZHALI. Karakterisitiknya antara lain bahwa mereka tidak
mampu mengimbangi kecepatan pemikiran rasionalitas. Disamping itu capaian
otak mereka nggak sanggup mencerna meloncatnya pemikiran-pemikiran
rasionalitas melampaui zamannya. Lalu mereka mulai menciptakan barier dan
batas-batas yang dibuat sedemikian rupa sehingga lambat laun "melanyau"
(melindas) laju rasionalitas sehingga rasionalitas menjadi mandeg. Pintu
ijtihad ditutup habis. Akhirnya mereka duduk termangu menunggu "HIDAYAH",
petunjuk, pertolongan dari Allah. Alasan mereka juga sangat kuat, salah
satunya:

"...tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya... (An Nahl 93)".

Di ayat ini, ALLAH memperlihatkan kekuatan-Nya, bahwa kau itu manusia
nggak bisa ngapa-ngapain. Semua kejadian yang menimpa kamu itu karep-Ku
sendiri. Nggak ada sedikitpun usaha kamu berpengaruh kepada keputusan-Ku.

Ehh..... ayat ini lalu membuat kelompok fatalis ini putus asa, merasa
memble. "Ya sudah....., mari kita berdo'a saja, mumpung ada landasan
ayatnya", mereka membatin. Disamping itu mereka juga sudah merasa terdesak
(iri ??) dengan kemegahan duniawi kelompok rasionalis.

Lalu terjadilah pilin-berpilin, jatuh menjatuhkan, bunuh-bunuhan. Siapa
yang berkuasa, maka dia akan menggusur paksa lawan-lawannya. Tak disadari,
karena hati sudah buta, sehingga ilmu pengetahuan yang sudah cukup baik
saat itu dengan melenggang kangkung terbang kepihak "barat". Cantiknya
adalah, pihak barat hanya meninggalkan kitab sastra, kitab bahasa, kitab
apa saja yang bisa membuat orang Islam menjadi JUMUD dan gontok-gontokan.
Yang terjadi terjadilah......

Cilakanya juga, pihak barat HANYA mengambil PENGETAHUANNYA SAJA, sedangkan
landasan hakikinya yaitu TUHAN, tidak mereka bawa sekaligus. Karena mereka
memang sebelumnya sudah mengalami kejadian buruk akibat pertentangan agama
(baca gereja) dengan pengetahuan. Mereka trauma dengan kemandegan
pengetahuan gara-gara doktrin gereja. Sehingga mereka nggak mau mengusung
ketuhanan yang merupakan landasan berpijak atau asal muasal rasionalitas.
Dikira oleh mereka kejadian yang sama dengan gereja dulu akan berulang
kembali.
Liberalisme belum teruji. Konservativisme/fundamentalisme membuat umat
berjalan mundur kayak undur-undur (tapi undur-undur walaupun mundur masih
mengarah maju ke arah tujuannya).

"Rasionalitas terpangkas" ala barat juga bermasalah. Fatalistik gaya "
pasrahan wong jowo (he 3x maaf kalau ada yang tersinggung)" juga digulung
zaman.

Apalagi atuh........ yang bisa diikuti ???.
Lalu apakah berpikir Rusydian, atau Gazhalian itu salah ....?
Lalu posisi yang mengklaim diri sebagai pengusung bendera "pemurnian ajaran
Islam" abad-abad belakangan ini misalnya wahabi, salafi, dan sejenisnya
dimana ??
Walisongo itu di posisi mana ???.
Lalu posisi kelompok tasawuf (disini Syiah bisa masuk kelompok ini, itu
menurut saya, kalau nggak setuju boleh saja) yang sudah berusia ribuan
tahun dimana?.
Apakah ijtihad dan pemikiran ulama-ulama Islam yang sudah berusia ribuan
tahun masih applicable untuk masa sekarang??.
Maunya Qur'an dan Sunnah itu bagaimana sih...?.

Nanti akan kita lihat..., SEDERHANA amat........

Dari artikel yang lalu sebenarnya kutub pemikiran dan kegiatan keislaman
itu bisa disederhanakan menjadi 2 induk besar. Yaitu kutub aktivitas
Liberalisme vs kutub aktivitas Konservativisme/Fundamentalisme, atau kutub
pemikiran Rasionalisme vs kutub pemikiran Fatalisme.

Sedangkan aktual dilapangan sungguh banyak pecahan masing-masing sisi kutub
ini. Kelompok wahabi, salafi disatu pihak, dan kelompok tasawuf (termasuk
syiah) dipihak lain, sebenarnya berada pada satu sisi yang sama, yaitu
fundamentalisme atau fatalisme. Karena kelompok-kelompok ini begitu kuat
menganut pemurnian tradisi dan sedikit punya keberanian untuk berfikir
bebas. Kurun waktu kelompok ini masuk ke Indonesia sebenarnya lebih
kemudian (si bungsu) dari pada kelompok pedagang dan "wali-wali".

Kalau diperhatikan kiprah Wali Songo, maka saya memberanikan diri untuk
memasukkan Wali Songo ini ke kelompok konservatif yang liberalis, karena
mereka tidak segan-segan membaurkan kebudayaan lokal dengan ajaran Islam
yang mereka bawa. Mereka menginginkan perubahan kepercayaan di masyarakat,
tapi mereka juga tidak takut-takut bereksperimen untuk mengawinkan ajaran
yang di bawa dengan budaya lokal. Sehingga masyarakat saat itu
"berbondong-bondong" bisa menerima apa yang mereka "pasarkan". Andaikan
saat itu Wali Songo memakai metoda konservativisme murni, saya tidak yakin
bahwa penyebaran Islam akan bisa begitu meluas seperti yang bisa kita
rasakan saat ini. Sekarang saja gaya konservativisme/ fundamentalis ini
sudah terseok-seok, bahkan harus tiarap dulu.
Nah baru sekarang, mari kita bahas "sedikit" apakah masing-masing kutub itu
salah atau benar.

Ulil and his gang, termasuk Nurcholis Majid, yang mengusung pemikiran
Liberal sebenarnya wajar-wajar saja. Kekecewaannya terhadap ke-jumud-an
pemikiran keislaman hampir sama dengan saya, tapi ada bedanya. Nanti akan
kelihatan bedanya. Saya senang dengan cengegesan dia di TV menghadapi
"ketegangan" wajah dan suara penentangnya. Cuma sayang Ulil hanya bermain
di logika agar Islam di redefinisi, karena sudah tidak sesuai dengan
kompleksitas di masyarakat yang semakin besar. Kalau hanya main di logika
maka dia akan dihadapi oleh gelombang besar logika yang sudah berusia
ribuan tahun lalu. Dan ini sudah dan sedang terjadi. Abu Sangkan and his
gang berada dimana ??. Nanti ketemu.

Dilain sisi kelompok Konservative/Fundamentalis yang mati-matian
mempertahankan prinsipnya. Saya kutip ulang tulisan saya:

" PERSEPSI bahwa Allah dan Rasulnya tidak meninggalkan sedikitpun
celah dan kealpaan dalam teks Al Qur’an ataupun hadis, sehingga
tekstual Al Qur’an dan hadist itu mereka anggap pasti sanggup
mengatasi persoalan-persoalan kekinian umat".

Sebenarnya kutipan itu SUDAH BETUL dan sesuai dengan apa yang saya yakini
juga. Bahwa Allah dan Rasul Nya tidak alpa sedikitpun dalam membuat
perangkat agar umatnya tidak bermasalah dalam kehidupan. Bahwa "kau"
manusia bebas saja melakukan apapun, mau beribadah silahkan, mau durhaka
silahkan, mau mandeg silahkan, mau maju silahkan. Mau rasionalis (kau
buatlah apa yang kamu inginkan agar kau merubah nasibmu sendiri) silahkan.
Mau mewakilkan (tawakkal) kepada-Ku silahkan nanti Ku-buatkan jalan keluar
masalah-masalahmu (makhraja). Mau ilmu pengetahuan silahkan eksplorasi
sesukamu, mau jadi kongkow-kongkow saja karepmulah. Apapun kerjamu dan
maumu, maka Al Qur’an dan sunnah akan menjawabnya dan membenarkannya.
Karena Al Qur’an adalah adalah kitab membenarkan yang benar dan menyalahkan
yang salah. Sedangkan Al Qur’an maha luas dan tak terbatas, yaitu ayat-ayat
Allah di alam semesta, silahkan kau lihat juga, karena kalau kau hanya
sekedar menghafal 6666 ayat tertulis, maka kau belum patuh sepenuhnya
kepada-Ku.

Sedikit (atau banyak ??) kekeliruan kelompok fundamentalis yang ada saat
ini adalah bahwa justru mereka sendiri yang membatasi ILMU Allah sebatas
yang tertulis saja. Mereka membatasi ILMU Allah sebatas apa yang bisa
mereka mengerti dan sampai kepada mereka saja. Cilakanya juga orang hukum
(fiqih), mau berbicara teknologi, berbicara manajemen. Kitab kuning, kitab
satra arab mau disandingkan dengan kompleksitas manusia, ya tertatih-tatih.

Apakah Rusdian dan Gazhalian ini bermasalah?, ya tidak bermasalah juga.
Yang bermasalah adalah pelanjut tradisinya. Gazhali mendapatkan dulu Dzauq
(rasa) bahagianya beribadah, lalu terbit bukunya beribu-ribu halaman.
Penerus tradisinya bertindak terbalik. Bukunya dulu yang dilahap, baru
meraba-raba dzauq-nya. Ya bingung. Sehingga tidak sedikit pengusungnya yang
terganggu jiwanya. Sedangkan Rusdian yang bercorak rasionalitas seakan-akan
mereka menjadi pemilik fungsi kekhalifahan di muka bumi, tapi karena
muaranya seringkali salah, maka ya nggak benar-benar juga.

Maunya Al Qur’an....itu...
Sebenarnya Al Qur’an sudah mengatakan bahwa kalau mau Allah bisa saja
membuat umat itu menjadi satu, tapi Allah menjadikan umat
berkelompok-kelompok supaya mereka saling kenal dan berkasih sayang.
Dualitas tadi sebenarnya hanya ibarat "dua muka koin" saja. Allah
menjadikan berpasangan-pasangan. Jika satu sisi saja maka itu bukan koin
namanya. Al Qur’an itu menginginkan umatnya agar meracik rasionalitas kamu
seiring dengan fatalitas penyerahan diri kamu (tawakkal kamu) kepada Tuhan.
Al Qur’an itu menginginkan kamu itu bebas sebebas bebasnya (liberal) dalam
usahamu mewujudkan fungsi kekhalifahanmu, sekaligus imbangi dengan
fundamentalisme ala Bilal dkk. Apapun yang terjadi dia hanya berkata "Ahad,
Ahad, Ahad", dan beliau maju terus. Kalau kau pegang hanya satu sisi saja,
maka sisi lainnya akan memberontak.
Bagaimana memanfaatkan dualitas "mata coin" ini menurut Al Qur’an dan
Sunnah ..?

"Menggabung Kutub Dualitas..." saya rasa sudah cukup panjang, tapi ringkas
dan ringan, yang kata seorang rekan saya terlalu berani, bablas angine...
He he he …. siapa takut ikut patrap kalau hanya sekedar dibilang sesat atau
pahlawan kesiangan.....

Dalam artikel terdahulu, saya hanya berusaha memotret apa yang ada dan
terjadi di masyarakat dari dulu sampai saat ini, ringan-ringan saja
sebenarnya. Karena yang njlimet adalah jatahnya para pakar lainnya
seperti..... ya... patrapis yang lainlah. Maka tanggapan dari patrapis
sendirilah yang akan membuktikan dan mengelompokkan bahwa "siapa masuk
kutub yang mana". He.. he.. he.. silahkan.

Nah sekarang mari kita lihat bagaimana maunya Al Qur’an terhadap keberadaan
kutub dualisme pemikiran maupun aktivitas dari potretan saya sebelumnya.
Mari kita ambil landasan qur'aninya:

Landasan -1, (L-1)
"...Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". (At Thalaaq 2-3)

Landasan -1, (L-1)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (Ali
Imran 190-191)

Landasan -2, (L-2)
"....Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia". (Ar
Ra'du 11)

Landasan - 3, (L-3)
"Orang-orang itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka
itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya". (Ali Imran 54)

Landasan -4, (L-4)
"...Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". (At Thalaaq 2-3)

Menurut Aliran Tahu yang masuk ke saya, maka paling tidak kepada empat
landasan inilah dualisme kutub di atas bersandar.

Mari kita eksplorasi sedikit saja:

L-1 adalah pole berfikir secara RUSDIAN, artinya memulai dengan
logika-logika, tapi di akhir kalimat ada "rabbana makhalaqta... Subhanaka
...... Rusdian berproses: "kau amati, kau perhatikan, kau respons
logika-logika yang ada sampai kau temukan kekuasaan TUHAN atau ketemu
ALLAH. Jadi Rusdian melihat logika alam, logika fitrah, naturalnya, maka
ketemu "rabbana ....", ketemu Tuhan.

L-2 lebih ekstrim lagi, bahwa di dalam memberi kebebasan berfikir dan
bertindak kepada manusia "free will", Allah sampai-sampai "mundur". AKU
ingin mundur dari pemikiran mu, AKU nggak ingin terlibat, AKU gak
melok-melok. Disini Allah memberikan kebebasan otak kita untuk berfikir
(liberal), sehingga seolah-olah Tuhan ingin lepas tangan. Ini kan kalau
dilihat esensinya sama dengan berfikir ATHEIS sebenarnya. SAMA..... Jadi Al
Qur'an, memfasilitasi orang menjadi atheis. Allah nggak pernah atau nggak
perlu ikut-ikut dalam urusan saya, saya akan berfikiran salah atau tidak
terserah saya. Ini saya yang menentukan, saya mau maju atau mundur saya
sendiri yang menentukan.

TAPI...... kemudian ALLAH baru memperingatkan, memberikan rambu-rambu juga
lewat (L-3) "wama karu wama karallahu wallahu khairul makirin", bahwa "kau
bikin training, kau bikin rencana, kau bikin makar, kau bikin
logika-logika, training AKU yang terbaik, rencana AKU yang terbaik, makar
AKU yang akan terlaksana". Inilah indahnya Al Qur'an, selalu ada
keseimbangan. Dalam Al Qur'an inilah fitrah manusia difasilitasi.....

Yang paling jarang dipakai orang adalah L-4: "Barang siapa yang mewakilkan
dirinya kepada ALLAH, maka Allah akan buatkan way out dari permasalahanmu,
Allah bikinkan logika-logikanya". Ayat L-4 ini diawali dengan nggak pakai
logika, nggak mikir. Tapi begitu kau wakilkan dirimu "tawakkal" kepada
Allah, maka kubuatkan logika-logika sebagai "makhraja" jalan keluar dari
persoalan-persoalanmu.

Bagaimana praktek dimasyarakat... tentang fasilitas untuk manusia yang
telah dibuka Al Qur'an ini.?

Praktek di masyarakat terlihat bahwa kita banyak ketimpangan dalam
menyikapi dua kutub diatas. Ada orang yang memposisikan dirinya hanya di
satu sisi saja. Misalnya ada yang berkutat dengan logika-logika seperti si
Ulil, ada juga sebaliknya nggak mikir apa-apa dan mencukupkan
tulisan-tulisan atau informasi yang masuk ke otaknya saja. Bahkan tidak
jarang ada yang mengusung pemikiran yang sudah out of date sebenarnya.

Kalau hanya berada disatu sisi saja, maka namanya nggak sempurna, tidak
KAFFAH. Kalau begitu apakah salah kalau hanya mengusung satu sisi saja..?.
Ya ndak salah juga, cuma kelirunya adalah kenapa menutup diri untuk menjadi
sempurna.

Nah maunya Al Qur'an itu sederhana sekali:
Gunakan lah logika mu sepuasnya sehingga ketemu way out, akan tetapi harus
ketemu Tuhan juga dalam perjalananmu. Atau ketemu Tuhan dulu dan mewakilkan
apa saja kepada-Nya, lalu ketemu juga logika-logika, way out-nya.
Artinya, ya.... rasionalitas dan fatalistik harus berjalan bersama pada
diri pribadi-pribadi.

Ya.... Liberalisme dan fundamentalisme harus seiring pada keseharian kita.
Hasilnya...apa?. Ya sama-sama logika, way out, solusi.

Saat anda mengaku dekat dengan Tuhan, maka coba tengok apakah ada muncul
logika-logika. Tapi syaratnya logika itu tidak ABSURD. Kalau absurd maka
namanya Gendeng Pamungkas. Tinggalin saja. Atau saat engkau memainkan
logika, maka apakah kau ketemu Tuhan juga....

Makanya kalau kita mempunyai latar belakang yang berbeda, lalu
masing-masing KEKEH dengan egonya sendiri, maka beginilah jadinya. Yang
terjadi terjadilah. Pasti pertentangan.

Qadariyah vs Jabariyah. Rasionalitas vs Fundamentalis. Jangankan antar
kedua sisi yang berbeda itu, kelompok yang notabene berada pada sisi yang
sama (sama fundamentalsinya) juga terjadi pertentangan. Misalnya antara
Ahlussunah vs Syi'ah. Keduanya saling mengacungkan telunjuk, saling
menyalahkan, saling menyesatkan. Bahkan tidak jarang saling mengkafirkan.
Karena memang tidak ada lagi rasanya kata-kata yang lebih dahsyat dari kata
KAFIR dan SESAT ini. Kalau dua kata ini sudah nggak mempan, maka biasanya
muncul tindakan fisik, "perintah bunuh" misalnya.

Maka mereka yang saling bertentangan itu menguntai hari-hari mereka dengan
BERKUAH DARAH. Bunuh-bunuhanlah sesukamu, seperti yang baru saja terjadi di
Paskistan (kalau benar). Duh kasihan sekali sebenarnya.

Nah menggabung kutub dualisme inilah yang di usung oleh Abu Sangkan. He 10
x... promosi nih ceritanya. Jika Ulil yang masih asyik dengan logikanya
lalu di "ketemukan" dengan ke-Tuhan-an, spiritualitas, maka berkibarlah
dia. Fundamentalis sekaligus liberalis, "top dah". Amerika di kenalkan
kepada Allah, maka selesai sudah keributan dunia. Wong jowo di tarok di
Eropah, maka fitrahlah dia.

Bagaimana caranya Abu Sangkan menggabung dualitas itu ......?

Qadariyah dan Jabariyah atau "sempalan" keduanya secara masing-masing saja
sudah difasilitasi oleh Al Qur'an. Apalagi kalau kedua-duanya disandingkan
sekaligus, maka akan lebih kaffah lagi pemahaman Al Qur'an itu. Akan tetapi
menyatukannya ini PASTI SULIT. Karena perselisihan keduanya sudah berusia
ratusan tahun.

Bagaimana menggabung Rusdian lalu Gazhalian?.

Kira-kira begini: Ketika Allah berbicara kepada fikiran kita, kepada apa
yang bisa kita fikirkan, maka habiskan saja fikiran itu seolah-olah Tuhan
tidak ikut-ikut sampai kau temukan logika atau way out-nya. Nah kalau kamu
mandeg, nggak ada filenya di otakmu, maka jangan bingung-bingung.
"Naikkanlah" ke Allah, kembalikan ke Allah, TAWAKKAL, wakilkan dirimu ke
Allah. Lalu iqra "perhatikan, baca, dengarkan" apakah ada logika-logika
baru atau makhraja yang muncul. Lalu "respons" iqra itu dengan berfikir
habis kembali...... Kalau mandeg lagi..... naikkan lagi......dst..
Prakteknya ya ke Al Hambra....

Kalau tidak muncul, maka sepatutnya anda merasa khawatir atas kualitas
tawakkalmu. Karena Al Qur'an menjamin bahwa way out itu pasti keluar kalau
kita tawakkal kepada Allah. Atau ada kemungkinan lain bahwa ayat Al Qur'an
tentang itu yang bohong. PILIH MANA ???

Akan tetapi kadang-kadang bisa juga prosesnya menjadi terbalik. Gazhalian
dulu baru Rusdian. Ada orang karena proses keterwakilannya kepada Allah
sudah sedemikian tinggi, setiap saat dia menjadi "bayi", maka lalu keluar
juga logika atau way out. Kadangkala logika yang muncul melompat ke depan
melampaui kekinian peristiwa. Misalnya begini. Beberapa BULAN sebelum Gus
Dur jadi presiden ada teman kami yang mengatakan: "Gus Dur jadi presiden
nggak lama lagi". Teman-teman yang lain hanya tertawa saja. Karena walau
di-gatuk-kan dengan logika apapun nggak bakal kena kalau orang seperti Gus
Dur bisa jadi presiden. Tapi sejarah lalu membuktikan bahwa saat mana
siapa-siapa nggak diterima rakyat jadi presiden, saat mana Megawati tidak
diterima karena alasan gender, saat Amin Rais tidak diterima karena
dianggap tidak matang, saat Habibi tidak diterima juga karena dianggap
kroni Soeharto, semua jalan menjadi buntu dan nyaris "berkuah darah" (he he )
saya senang istilah ini). Logika buntu. Akan tetapi, duuaaar... muncul
Gus Dur jadi presiden. Semua bisa menerima dan kebuntuan bisa dicairkan.

Dalam perjalanan waktu baru keluar logika-logika bahwa Gus Dur ternyata
hanya bertugas sebagai pemimpin "JEDA" saja yang bertugas meredakan
ketegangan yang ada. Buktinya begitu Gus Dur dilengserkan juga, maka semua
lalu bisa menerima Megawati jadi presiden tanpa berdarah-darah amat.
Sebelumnya perempuan difatwa haram menjadi presiden. Eh... akhirnya kan
diterima juga. Suka-sukamulah membuat fatwa. Masalah kemudian hari bahwa
Megawati juga hanya bersifat pemimpin "antara", akhirnya juga terbukti,
sehingga pasca Megawati, ternyata dengan mulus muncullah SBY yang tidak
terduga sama sekali dalam percaturan perpolitikan.

Contoh real yang lebih hebat adalah saat Rasulullah diberi tahu dalam Al
Qur'an: "Ghulibaturruum..., sudah dihancurkan Romawi..". Padahal saat itu
Romawi masih jaya-jayanya, tetapi ayat itu mengatakan "sudah terjadi". Duh
luar biasa memang Rasulullah itu.

Akan tetapi perlu mendapatkan perhatian bahwa makhraja yang melampaui
kekinian peristiwa itu TIDAK bisa dijadikan generalisasi HUKUM.

Nah untuk sampai kepada tujuan penggabungan dualitas diatas, diperlukan
langkah-langkah, antara lain:

Anda harus sudah TIDAK punya hambatan atau halangan dengan perbedaan
pemahaman masalah-masalah fiqih, hukum, syariat. Silahkan jalani apa-apa
yang sesuai dengan yang anda percayai dan sukai. Tapi jangan anda
coba-coba "menggiring" orang lain agar sama dan sebangun dengan anda.
Jangan coba-coba menyeragamkan orang. Al Qur'an sendiri sudah menjamin
TIDAK akan bisa. Kalau anda masih punya keinginan untuak menyeragamkan
orang, maka itu namanya "BUANDEEEL....

Penghancuran paradigma berfikir yang ada dan sudah karatan karena sudah
berusia ribuan tahun. Dengan membaca tulisan ini secara tidak sadar
wacanais sebenarnya sedang mengalami pencucian otak untuk meninggalkan
paradigma lama (paradigma terkotak-kotak) menjadi paradigma baru
(paradigma fitrah, universal). Kalau anda terpengaruh, tersengat,
terkaget-kaget, kalang kabut tapi kehabisan kata-kata penyanggahan...?,
ya salah sendiri kenapa baca tulisan ini, berarti anda memang masih
berada dalam paradigma lama. Ah.. nggak terpengaruh tuh, enjoy saja saya
membacanya...?, maka bersyukurlah anda karena anda sudah berada dalam
paradigma baru itu, anda sudah tidak terkotak-kotak lagi.

Kalau masalah hukum, masalah pemahaman syariat yang berbeda-beda sudah
tidak menjadi penghalang lagi, maka baru kau bisa melangkah mengenali
Tuhan-mu sedemikian rupa sehingga anda benar-benar tidak bisa mengelak
lagi dari keterikatan "binding" kepada ALLAH saja. Sudahkan metoda yang
anda punya sekarang ini sesuai dengan ilmu yang ada pada anda kondisi
ini bisa tercapai..??. Kalau sudah syukurlah, jadilah anda rahmat bagi
alam semesta dan sesama. Abu Sangkan and his gang juga punya metoda.....

4. Setelah Tuhan ketemu (bukan kira-kira lagi, bukan mengawang-ngawang
lagi), lalu berpegang teguh kepada-Nya (binding), maka selanjutnya
TERSERAH ANDA. Jalani sajalah posisi (maqam) anda sesuai fitrah anda.
Kalau fitrahnya bisanya hanya sebagai OPERATOR, maka janganlah pikirkan
fitrahnya DIRUT (ini dalam pengertian yang luas lho, bukan hanya
perusahaan). Jalani saja dengan konsistensi yang tinggi. Tapi jangan
lupa naikkan kesadaran ke yang Maha Luas, be universal. Maka insyaalllah
rahmat Tuhan itu akan datang buat anda. Kalau tidak begitu maka
insyaallah siksa Tuhan yang akan anda rasakan.

Sekali lagi maunya Al Qur'an itu bagaimana:

"Al Qur'an menginginkan berfikir habislah seperti orang atheis sehingga
ketemu logika-logika , way out yang FITRAH, tapi sekaligus HARUS
menemukan TUHAN juga. Kalau hanya atheis saja, kan mereka TIDAK ketemu
Tuhan. Di akhir logika, si atheis, mereka hanya mengatakan "ma khalaqta
hadza bathila, O.... ini ada manfaatnya", mereka sampai disini saja.
Mereka nggak ketemu "rabbana...., Tuhan", dan mereka ndak ketemu juga
"subhanaka..., maha suci Engkau" .

Atau kalau engkau mulai hidupmu dengan TAWAKKAL, dekat dengan Tuhan,
artinya sudah ketemu Tuhan duluan, maka kemudian coba lihat keluar nggak
logika-logika (tapi syaratnya HARUS jauh dari ABSURDITAS), diberi nggak
way out atas masalah-masalah anda....Indah memang Al Qur'an itu.

Sekarang terserah anda, free will.............
HABIS...
Bagaimana fungsi IKHTIAR dalam rasionalis dan fatalis......?
Bagaimana dengan CINA......???

Ntar ini ketemu di topik lain

DEKA